Jumat, 02 Maret 2012

Kyai Lurah Semar Badranaya Sang Bijaksana

Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sanskerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. 


Semar berhidung seperti umbi pangkal seledri, hidung tersebut digambarkan beringus, matanya digambarkan seperti menangis (rembes/rejeh), bibir di bawah agak panjang, rambutnya berjambul, perutnya berburut, tangannya bergelang dan kedua tangannya dapat digerakkan dan pantatnya besar ke belakang. Dimana Semar dimainkan bersama dengan kedua anaknya Gareng dan Petruk, berwanda (sifat) 1 Gilut, 2 Dunuk, 3 Watu, 4 Mega, 5 Dukun, 6 Ginuk, 7 Miling dan 8 Brebes. Konon kabarnya Semar yang berwanda ini, karangan Sri Sultan Agung, di Mataram. Adapun Semar yang dimainkan dengan Bagong, berwanda Brebes dan Jetung.

Semar mempunyai nama asli Betara lsmaya, dia seorang Dewa, saudara Betara Manikmaya (Betara Guru), anak Sang Hyang Tunggal. Sang Hyang Tunggal menganggap Semar sebagai yang dituakan dan diramalkan, tak akan dapat bergaul dengan para Dewa, lalu dititahkan lah Semar untuk tinggal di dunia dan mengasuh keturunan Dewa-Dewa yang menitis pada manusia. Setelah Semar tinggal di Marcapada (dunia), berubahlah keelokan parasnya menjadi orang yang sangat jelek, segala tanda-tanda kejelekan pada badan manusia terdapat pada Semar, sehingga Semar dipandang sebagai orang biasa saja.


Semar selalu mengikuti dan menjaga keturunan Dewa yang berdarah Pandawa. Semar seorang yang sangat bijaksana, bersifat sabar, pengasih dan penyayang, tak pernah susah. Tetapi pada waktu marah, tak seorangpun dapat mencegahnya, Dewa-Dewa pun dianggapnya di bawah telapak tangannya. Tanda-tanda pada waktu marah, dari mata bercucuran air mata, dan angin keluar tak henti-hentinya, sambil berteriak-teriak kepada Dewa minta kembali keelokan rupanya.


Semar selalu merendahkan diri pada anak-anak asuhannya dan dengan bahasa lemah lembut sebagai hamba kepada tuannya. Tetapi jika bergaul dengan para Dewa ia bersikap sebagai teman sejawatnya. Semar beristri Dewi Kanastren dan mempunyai sepuluh orang anak, yang kesemuanya adalah dewa. Semar sebagai lambang orang yang suka mengetahui kejiwaan manusia yang sebenar-benarnya.


Semar terhitung seorang yang cengeng (mudah menangis), pada saat kesatria yang diiringinya mendapat bahaya iapun menangis, tetapi menangisnya berlagu dengan wangsalan (kata-kata yang disamarkan tetapi berarti), misalnya perkataan : roning mlinjo (nama daun melinjo) sampun sayah nyuwun ngaso. Adapun wangsalan Semar pada saat menangis adalah : Lae bapa bendaraku, mangga Raden sami nyente jurang. (Nyente jurang adalah sebangsa talas yang tumbuh di jurang) Mangga Raden sami lumajar. (Mari raden kita lari bersama).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar